Apa pun yang berkaitan dengan kebaikan pasti selalu ada rintangannya. Berjalan mulus tapi banyak kerikil yang menghadang, seperti perjuangan dakwah Sunan Muria ini.
Kisah perjuangan beliau membangun masyarakat yang religius di atas Gunung Muria bukanlah hal yang mudah. Mengubah pola pikir masyarakat tentang hal-hal yang masih bersifat animisme menjadi salah satu fokusnya.
Menyayangi bumi dan mempelajari agama menjadi dua materi yang masuk dalam pendekatan metode dakwahnya. Beliau menekankan bahwa kehidupan itu bukan serta merta menjaga hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga dengan lingkungannya.
Kisah Sunan Muria
Yang memiliki nama asli Raden Umar Said ini memiliki kisah perjalanan hidup yang sangat panjang penuh liku-liku hingga berhasil menanamkan ajaran agama Islam di lereng Gunung Muria, sebuah pemukiman terpencil yang masih sangat alami.
Mengenai kisah hidup Sunan Muria, kisah cintanya dengan Dewi Roroyono menjadi kisah yang panjang dan pastinya menarik untuk disimak. Di mana ada perjuangan yang sangat berat harus dilalui oleh Sunan Muria.
Dewi Roroyono adalah putri dari gurunya sendiri, yakni Sunan Ngerang. Ketika itu, Sunan Muria mulai jatuh hati saat diundang ke acara ulang tahun sang Dewi ke -20 tahun.
Tersebutlah salah satu dari undangan adalah Adipati Pathak Warak yang juga menyukai Dewi Roroyono. Wah Sunan Muria ternyata punya saingan.
Namun cara Adipati untuk mendapatkan Dewi Roroyono sangat pengecut, di mana dia menggunakan ilmu sirepnya untuk menculik sang Dewi setelah pesta usai.
Adipati membawa Dewi ke Kediri, tepatnya di daerah Mandalika.
Keluarga pun bersedih dan dengan tegasnya, sang ayah, Sunan Ngerang membuka sayembara untuk putrinya. Isinya adalah bagi yang berhasil menyelamatkan putrinya, dia akan menganggap orang tersebut sebagai saudara dan jika laki-laki maka akan dinikahkan dengan sang Dewi.
Sayembara cinta yang banyak ditampilkan dalam drama ya. Pasti banyak yang akan mencoba.
Tapi ternyata tidak. Tidak ada satupun yang berani, karena Adipati yang terkenal sangat sakti mandraguna.
Hanya Sunan Muria lah yang berani maju.
Niat baik pasti dibarengi dengan kemudahan, dan itulah yang didapatkan oleh Sunan Muria. Di tengah perjalanan, beliau bertemu dengan teman seperguruannya yang merupakan kakak beradik bernama Kapa dan Gentiri.
Kappa dan Gentiri menawarkan diri untuk membantu Sunan Muria untuk menemukan Dewi Roroyono dan Sunan Muria diminta untuk kembali saja ke Colo karena banyak orang yang membutuhkan kehadirannya di sana.
Dewi Roroyono pun berhasil diselamatkan oleh Kapa dan Gentiri dan langsung diantarkan ke pelukan ayahandanya. Sunan Muria belum mengetahuianya, sehingga beliau bermaksud memastikan keselamatan Dewi Roroyono, namun di tengah perjalanannya, dia bertemu dengan Adipati.
Ternyata perjalanan Adipati yang searah dengan perjalanan Sunan Muria itu memiliki tujuan yang sama, yakni ke rumah Sunan Ngerang. Adipati tidak terima kalau Dewi Roroyono berhasil direbut oleh Kapa dan Gentiri dengan bantuan Datuk Wiku Lodhang, sang datuk sakti dari Pulau Sprapat.
Mendengar hal tersebut, Sunan Muria pun mencegahnya. Akhirnya meletuslah pertempuran antara keduanya.
Kalian pasti langsung paham siapa pemenangnya, jelas Sunan Muria. Jurus andalan Adipati, Cakar Harimau, pun tak berfungsi lagi hanya dengan beberapa jurus sederhana Sunan Muria.
Kekalahan Adipati pun membuat Sunan Muria pun akhirnya dinikahkan dengan Dewi Roroyono. Perjuangan cinta telah usai.
Eh ternyata enggak sampai di situ saja, melainkan ada lagi duri yang menghadang, di mana Kapa dan Gentiri menanam dendam kepada Sunan Muria karena keduanya ternyata juga menyukai Dewi Roroyono.
Malangnya, justru Gentiri lah yang menemui ajalnya terlebih dahulu karena usaha penculikan yang dilakukannya kepergok oleh anak buah Sunan Muria.
Kapa tak takut dengan kejadian yang menimpa sahabatnya itu. Justru malah keberuntunganlah yang dia dapatkan.
Kappa berhasil menculik Dewi dan membawanya ke Pulau Sprapat dengan berhasil mengambil kesempatan memasuki wilayah Gunung Muria karena saat itu Sunan Muria sedang berasa di Demak.
Padahal orang jahat, tapi kok beruntung ya. Tenang, keberuntungan Kapa nggak berlangsung lama.
Justru Datuk Wiku Lodhang menentang perbuatan Kapa tersebut. Kebetulan sepulang dari Demak Sunan Muria juga berkunjung ke Pula Sprapat, jadi bisa dikatakan kalau memang cinta Sunan Muria dan Dewi Roroyono tidak bisa dipisahkan.
Adipati menyerang Sunan Muria dan saat mengeluarkan jurusnya, justru malah jurus itu kembali membunuh dirinya sendiri. Senjata makan tuan.
Sunan Muria dan istrinya pun kembali ke Gunung Muria dan hidup bahagia. Keduanya bahu membahu menyebarkan agama Islam di sana.
Asal-Usul Nama Gunung Muria
Yang jelas alasannya adalah karena nama wali Allah yang menyebarkan agama Islam di gunung tersebut bernama Sunan Muria. Namun selain itu ada alasan lainnya, di mana menurut cerita, nama “Muria” ini berasal dari nama “Moriah” (nama sebuah Gunung di Baitul Maqdis atau Yerusslalem).
Gunung Moriah adalah gunung yang dijadikan tempat pembangunan masjid oleh Nabi Sulaiman dan Nabi Daud. Sama seperti yang dilakukan oleh Sunan Muria yang membangun masjid Sunan Muria.
Metode Dakwah Sunan Muria
Metode dakwah yang digunakan oleh Sunan Muria ini bukan metode sembarangan. Namanya adalah metode dakwah “Topo Ngeli”, yang berarti menenggelamkan diri hingga hanyut.
Tapi bukan berarti berdakwah di laut lho ya, hehe. Maknanya lebih ke kemampuan berbaur atau bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, sama dengan apa yang dilakukan oleh Sunan Kudus.
Dalam berdakwah, Sunan Muria tidak memaksa dan bersifat otoriter, melainkan bersifat moderat yang juga sudah dikenal sebagai kepribadiannya. Tidak ada penghapusan adat kenduri, misalnya, melainkan hanya mengubah kebiasaan pengadaan sesaji dengan pembacaan do’a.
Sunan Muria juga adalah seorang seniman. Beliau menggunakan nyanyian atau nembang sebagai metode dakwahnya. Ada dua tembang macapat yang digubahnya, yakni tembang Kinanti dan Sinom.
Satu lagi hal yang perlu kalian ketahui, kalau sebenarnya secara umum, metode dakwah yang disyiarkan oleh Sunan Muria ini bukan semata-mata soal agama saja, melainkan juga soal pelestarian bumi. Kaitannya dengan agama juga, ya, karena untuk menjaga kelestarian alam ciptaan Allah SWT.
Di mana Sunan Muria ini berakwah sambil mengajarkan keterampilan mengolah bumi untuk masyarakat Colo. Mereka diajari bagaiman beternak, berkebun, dan mengolah hasil bumi.
Adapun 3 materi ajaran agama Islam yang disyiarkan oleh Sunan Muria yang mencakup dimensi ekosintrisme ( lingkungan), dimensi eskatologis-transedental atau dimensi ketuhanan, dan dimensi antroposentrisme ( dimensi social). Ketiga materi tersebut adalah materi wajib yang harus dikuasai masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas iman dan taqwa mereka.
Karomah
Kelebihan yang dimiliki oleh Sunan Muria adalah memiliki fisik yang super kuat. Bayangkan saja hampir setiap hari beliau naik turun gunung yang tingginya 750 mdpl untuk berdakwah.
Orang yang tinggal di pegunungan saja nggak akan kuat melakukannya setiap hari dengan berjalan kaki. Karomah inilah yang mendukung tujuan Sunan Muria dalam mengajarkan Agama Islam di sekitar Gunung Muria, Kudus, Juwana, dan daerah Tayu.
Selain itu, karomah Sunan Muria adalah berupa tumbuhan hasil olahannya bersama dengan masyarakat Colo atau Lereng Gunung Muria yang berupa pohon Kayu Adem Ati, hutan Jati Keramat, Kayu Pakis Haji, Buah Pari Joto, dan Ngebul Bulusan.
Masyarakat Colo percaya bahwa tanaman-tanaman tersebut penuh keberkahan sebagai peninggalan Sunan Muria. Salah satunya adalah buah Pari Joto yang berkhasiat untuk kebaikan janin bagi orang hamil.
Silsilah
Berbicara tentang silsilah keluarga Sunan Muria, kalian bisa mengetahuinya dengan dua versi, yakni:
Versi 1
Sunan Muria ini adalah putra dari Sunan Kalijaga. Ibunya bernama Dewi Saroh Putri dari Maulana Iskak. Makanya tak heran jika metide dakwah yang dipakai oleh Sunan Muria sama dengan Sunan Kalijaga, karena buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Nah, Sunan Muria ternyata juga memiliki hubungan keluarga dengan Sunan Kudus, karena menikahi saudara perempuannya, Dewi Sujinah. Jadi, Sunan Ngudung ( Ayah Sunan Kudus) adalah ayah mertuanya.
Versi 2
Versi silsilah keluarga yang kedua menyatakan bahwa Sunan kalijaga itu bukan ayah Sunan Muria, melainkan keponakannya. Wah jauh banget ya bedanya, antara versi satu dan dua.
Di mana malah ayah dari Sunan Muria ini adalah Sunan Ngudung dan Dewi Sarifah. Berarti Sunan Kudus itu saudara kandung Sunan Muria donk. Waduh mana yang benar ya.
Makam
Makam Sunan Muria ini jadi satu dengan masjid Sunan Muria yang berada di atas Gunung Muria dengan ketinggian kurang lebih 1600 mdpl.
Makam ini juga tidak sepi peziarah, apalagi di hari Jum’at Pahing dan kamis Legi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keberkahan serta napak tilas perjuangan Sunan Muria dalam memperjuangkan Islam.
Kalian bakalan ngrasain perjuangan Sunan Muria dalam berdakwah saat akan mencapai area makam yang berada di puncak gunung. Nggak bisa naik mobil, hanya bisa dilewati dengan berjalan atau naik kendaraan sepeda motor, itupun medannya sangat curam.
Sesampainya di area makam pun kalian masih akan disambut dengan 700 anak tangga. Sungguh perjalanan yang sangat melelahkan, namun itu belum seberapa jika dibandingkan dengan perjuangan Sunan Muria.
Di dalam area makam Sunan Muria ini bukan hanya ada makam Sunan Muria saja, melainkan dicampur juga dengan makam-makam prajurit Keraton Demak. Ada 17 makam yang letaknya persis di dekat gapura masuk makam.
Selain jadi satu dengan makam punggawa kerajaan, ada juga makam keluarganya, yakni makam putranya, Panembahan Pengulu Joyodipo yang letaknya persis di belakang masjid Sunan Muria; makam putrinya, Raden Ayu Nasiki, di sisi timur; dan makam Sunan Muria sendiri berada di sisi utara dengan tampilan pendopo dua tingkat.
Peninggalan & Karya:
Bukan hanya pada saat jaman kerajaan saja yang meninggalkan peninggalan-peninggalan bersejarah, masa peradaban Islam pun juga demikian.
Masjid Sunan Muria
Letaknya di Kudus, sama dengan masjid Menara Kudus. Tapi beda lokasi, yakni tepatnya di Desa Colo, Kecamatan Gawe, Kudus, Jawa Tengah.
Lokasi masjid ini tidak seperti lokasi dataran rendah pada umumnya, melainkan berada di puncak gunung, yakni tepatnya di puncak Gunung Muria. Di area lingkungan masjid inilah makam Sunan Muria ini berada.
Masjid ini kini dijadikan salah satu objek wisata rohani di Jawa Tengah. Beribadah sekaligus ziarah ke makam Sunan Muria adalah agenda wajibnya.
Keunikan dari masjid Sunan Muria ini adalah bahan-bahan bangunan dan interiornya yang sangat indah. Adapun tiangnya ( umpak batu ) yang langsung didatangkan dari Pula Dewata.
Bangunan majid ini sudah mengalami pemugaran pada tahun 1976 oleh Bupati Kudus, namun tetap mempertahankan ciri khasnya.
Ciri khas yang terdapat pada masjid Sunan Muria ini adlah terletak pada atap masjid yang dobel. Ada atap di atas atap.
Namun sayangnya saat baru menginjakkan kaki di area masjid, kalian nggak bakalan bisa langsung melihatnya, karena tertutup oleh serambinya.
Karena sudah mengalami pemugaran berkali-kali dan yang terakhir adlah pemugaran total, maka bentuk asli dari masjid Sunan Muria ini sudah tidak terlihat lagi. Yang masih dipertahankan hanyalah ruang mihrabnya yang berbentuk lengkung.
Selain itu, tiangnya juga masih dipertahankan dengan berbahan kayu jati dan beton yang diukir dengan gambar dua ekor naga yang posisinya saling berlawanan namun ekornya saling bertemu.
Pelana Kuda
Manfaat dari barang peninggalan Sunan Muria yang satu ini adalah untuk ritual, namanya Guyang Cekathak atau ritual mendatangkan hujan.
Cara menggunakan barang peninggalan ini adalah dengan memandikannya di hari Jum’at Wage. Namun nggak sembarangan hari Jum’at Wage lho, harus di saat musim kemarau.
Kemudin setelah itu, Pelana Kuda dibawa ke Sendang Rejoso (posisi awal saat dimandikan dan tempat penyimpanan adalah di Masjid Sunan Muria.
Hujan nggak lantas tiba, melainkan ada petugas yang melengkapi ritual dengan memercikkan air dari sendang ke warga sekitar yang hadir. Dilanjutkan dengan sholat minta hujan atau sholat istiqa’.
Rangkaian acara yang terakhir adalah menikmati makan bersama dengan lauk gulai kambing, opor ayam, dan urap. Minumnya adalah dawet yang mana butiran cendolnya bermakna rintikan air hujan.
Tembang Jawa
Ada dua tembang Jawa yang diciptakan oleh Sunan Muria, yakni Kinanti dan Sinom. Kalau Sunan Kudus kan menciptakan Mijil dan Maskumambang.
- Isi dari tembang ciptaan Sunan Muria ini juga masih berkaitan dengan ajaran Agama Islam di mana lebih bermakna ke alam. Gimana tidak, judul tembang “ sinom” diambil dari nama tumbuhan.
Makam
Sebuah bukti akan perjuangan Sunan Muria untuk selalu diingat adalah dengan menziarahi makam beliau yang menjadi satu kompleks dengan masjid Sunan Muria di atas Gunung Muria.
Beliau tidak dimakamkan sendirian di situ, melainkan bersama dengan istri dan anak-anaknya.
Untuk berziarah ke makam beliau, lihat bangunan makam yang paling besar dengan bangunan dinding full batu kapur. Ada pintu dengan ukiran khas Demak sehingga kelihatan sekali perbedaan dengan makam-makam lainnya.
Tanaman karomah
Wah ini ni yang unik dari deretan peninggalan Sunan Muria. Di mana ada beberapa tanaman yang dulunya sengaja dibudidayakan oleh Sunan Muria bersama dengan masyarakat sekitar.
- Pakis Haji
Ini adalah tanaman karomah yang dipercaya mampu mengusir hama tanaman, yakni tikus. Sunan Muria tidak menggunaan insektisida, melainkan menggunakan pohon ini untuk mengusir tikus.
- Buah Pari Joto
Buah ini adalah buah yang banyak diburu oleh wanita hamil di Colo, di mana mereka percaya bahwa buah ini berkhasiat untuk menjaga janin mereka. Intinya kayak suplemen gitu.
Adanya buah ini pun ternyata sama dengan bentuk jintan hitam yang dalam Al-Qur’an diperintahkan untuk dikembangkan. Sunan Muria mengerti itu dan mengenalkannya kepada masyarakat hingga menjadi peninggalan yang membawa kebaikan bagi umat.
Situ Air Gentong Keramat
Kalau bentuk peninggalan yang satu ini sifatnya umum ya, karena berupa situs sumber air. Di mana khasiatnya adalah untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Kalian bisa mendapatinya saat berziarah ke makam Sunan Muria, karena leraknya persis di samping makam.
Selain berfungsi untuk penyembuhan, Air Keramat ini juga bertujuan untuk menambah kecerdasan, makanya anak-anak pun bisa mengonsumsinya.
Kebenaran Air Keramat ini sebagai air obat ternyata sudah diteliti oleh Masaru Emoti yang merupakan ilmuwan asal Jepang. Hasilnya memang benar kalau Air Keramat ini berfungsi mentranformasi positive thinking dalam tubuh sehingga mampu memerangi penyakit.
Pohon Keramat
Peninggalan Sunan Muria bukan hanya Air Keramat saja, melainkan juga Pohon Kayu Adem Ati Keramat. Kayu ini pada awalnya menghilang entah ke mana, namun muncul lagi di Tahun Proklamasi Indonesia.
Dilihat dari namanya memang cukup unik ya. Selain Kayu Adem Ati, ada lagi Pohon Jati Keramat Masin yang memiliki cerita mitos yang romantis.
Pohon Kayu Jati Keramat Masin ini bercerita tentang kisah cinta putri Sunan Muria dengan muridnya. Hingga saat ini, pohon itu masih hidup dan dilestarikan.
Tidak ada yang berani menebang karena dipercaya bahwa pohon itu memiliki ruh.
Bulusan
Ini adalah nama hewan ya. Satu keluarga dengan kura-kura, yakni bulus.
Di mana bulus ini dipercaya adalah bulus jelmaan. Dulu, di masa Sunan Muria, bulus ini adalah seorang manusia.
Masyarakat Colo tidak ada yang berani mengganggunya, karena mereka menganggapnya sebagai nenek moyang.
Adanya beberapa peninggalan Sunan Muria yang berupa mitos yang menempel pada beberapa nama tumbuhan tersebut bukan bermaksud syirik ya, karena memang Sunan Muria ingin mengenalkan keterkaitan alam dengan agama Islam.
Lima syarat pondasi kehidupan yang religius yang dibangun oleh Sunan Muria adalah Tasawuf Lingkungan, Filanekoreligi, Fikih Lingkungan, Tauhid Lingkungan, serta Akidah Muttahidah. Kelimanya diajarkan dengan berpusat pada bumi, sebagai alam ciptaan Allah SWT.
- Filanekoreligi, yang berkaitan dengan kesejahteraan dan keadilan.
- Akidah Muttahidah, yang menjadi puncak dari ajaran Sunan Muria yang sangat penting, bahwa beribadah itu bukan hanya antara manusia dengan Tuhan saja, tetapi juga menyangkut lingkungan sekitar.
- Tauhid Lingkungan, yang berkaitan dengan hakikat tentang alam dengan penciptanya yang Maha Esa, Maha Pemberi, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Segalanya.
- Fikih Lingkungan, yang mengajarkan tentang ketaatan dalam beragama yang harus seimbang dengan usaha melestarikan alam sekitar tempat manusia hidup.
- Tasawuf Lingkungan, yang mengajarkan tentang etika sebagai makhluk hidup yang bergantung dengan alam sekitar.
Inti dari ajaran Sunan Muria adalah tentang hubungan manusia, Tuhan, dan lingkungan sekitar. Ketiganya harus seimbang.
Mengingat medan dari Colo yang pegunungan, maka masyarakat harus melestarikan lingkungan sekitar agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan manusia itu sendiri. Wujud kepribadian seorang muslim dan muslimah yang ingin dibentuk oleh Sunan Muria dalam dakwahnya.