Sunan Bonang – Sejarah, Biografi, Peninggalan, Kisah, Karomah, dll

Perjalanan para wali dalam berjuang membumikan ajaran Agama Islam tidak pernah ada hentinya walaupun beliau-beliau sudah wafat. Kalian bisa datang ke makam para wali untuk mengulang sejarah kembali, seperti dengan berziarah ke makam Sunan Bonang.

Ilmu tasawuf dan ilmu kejawen yang dimiliki oleh Sunan Bonang dijadikan sebagai bekal dala, berdakwah. Tanpa media dan dengan media pun dilakukan oleh Sunan Bonang demi mengubah kepercayaan animisme di Tuban dan Kediri menjadi pemeluk Agama Islam.

Suluk, menjadi salah satu bentuk peninggalan sejarah Sunan Bonang yang sangat besar pengaruhnya, karena bisa dilakukan dengan menyanyi atau nembang ( menyanyi dalam Bahasa Jawa ). Ada banyak judul suluk yang diciptakan oleh Sunan Bonang dan dikenal di tengah masyarakat sampai sekarang ini.

Kisah Sunan Bonang

Nama asli Sunan Bonang adalah Raden Maulana Makdum Ibrahim, sedangkan untuk sebutannya sebagai Sunan Bonang tersebut diambil dari nama salah satu daerah yang ada di Rembang, Jawa Tengah.

Karena lahir dari keturunan pendakwah, maka Sunan Bonang pun sudah diajari oleh ayahnya, Sunan Ampel, sejak kecil. Khasanah ilmu Islam yang dikuasai beliau tersebut tidak lepas juga dari peran sang ayah.

Hingga pendidikannya semakin matang saat tinggal di Aceh, yang saat itu bernama Negeri Pasai. Beliau di sana bukan hanya berkelana saja, atau merantau, melainkan untuk menuntut ilmu bersama gurunya, yang bernama Syekh Awwalul Islam beserta ulama-ulama terkenal Aceh yang lainnya.

Setelah merasa gagal dalam berdakwah di Kediri, Sunan Bonang pun kemudian pergi ke Demak atas undangan dari Raden Patah sebagai imam di Masjid Agung Demak ( namun ada versi sejarah lain yang menyuruh ke Demak itu adalah ayahnya, Sunan Ampel )

Namun tidak lama juga Sunan Bonang ini tinggal di Demak, setelah adiknya, Nyai Gede Pancuran menikah, kemudian jabatan sebagai imam Masjid Agung Demak diserahkan kepada adik iparnya, Pangerang Karang Kemuning dari Negeri Atas Angin.

Sunan Bonang pun bertolak ke daerah Lasem, ke rumah kakaknya, Nyai Gede Maloka. Tidak ada pekerjaan di sana, melainkan hanya menunggu dan merawat makam keluarga, yakni makam neneknya, Putri Bi Nang Ti, makam kakak iparnya ( suami Nyai Gede Maloka ), makam ayah mertuanya, Pangeran Wirabraja beserta makam Arya Wiranegara ( adik iparnya ).

Di usia yang ke-30 tahun, Sunan Bonang pun akhirnya diangkat sebagai wali negara di Tuban, sehingga beliau menjadi lebih mudah dalam berdakwah.

Sunan Bonang dan Sakyakirti

Dalam kisah kehidupan Sunan Bonang, ada kisah yang sangat penting untuk diketahui, yakni tentang Sunan Bonang dengan seorang brahmana sakti asal India yang bernama Sakyakirti. Di mana brahmana tersebut mengundang permusuhan dengan Sunan Bonang.

Sunan Bonang yang sakti ternyata tidak menyurutkan niatnya untuk berseteru. Dia merasa bahwa Sunan Bonang itu bukan orang sakti, justru dia lah yang paling sakti, untuk itula dia memulai usahanya itu dengan mencari keberadaan Sunan Bonang.

Sakyakirti berjanji akan mengalahkan Sunan Bonang dengan menebas leher sunan hingga musnah. Kitab-kitab referensi dibawanya selama perjalanan untuk dipelajarinya sehingga saat bertemu Sunan Bonang, dia bisa menang pendapat.

Malangnya, sesampainya di laut Tuban, kapal Sakyakirti diterjang badai hingga tak bisa diselamatkan. Hanya dia dan beberapa muridnya saja yang selamat.

Sampai di pesisir, Sakyakirti sedih karena semua kitabnya hilang ditelan badai beserta kapalnya. Dia mulai bingung harus bagaimana, namun niatnya untuk Sunan Bonang tetap berkobar.

Tiba-tiba dia bertemu dengan seseorang dengan baju puith, bersorban, dan membawa tongkat. Dia bercerita panjang lebar dengan orang tersebut, termasuk keinginannya menantang Sunan Bonang dan tentang kehilangan kitab-kitab berharganya.

Orang itu hanya diam saja, dan kemudian menancapkan tongkatnya dan mencabutnya dengan segera. Keluarlah air yang sangat banyak beserta dengan kitab-kitab Sakyakirti yang hilang tadi.

Sakyakirti tertegus dan terpana dengan kesaktian orang itu yang ternyata adalah Sunan Bonang, orang yang akan ditantangnya. Niatnya pun berubah, Sakyakirti malah menyembah Sunan Bonang dan akhirnya masuk Islam.

Metode Berdakwah Sunan Bonang

Metode dakwah yang digunakan oleh Sunan Bonang sama dengan Sunan Kalijaga, yakni menggunakan media kesenian. Kalau Sunan Kalijaga menggunakan wayang kulit, sedangkan Sunan Bonang menggunakan seni sastra.

Kebudayaan Jawa mendorongnya untuk mengenalkan Islam dengan lebih mudah. Tidak lagi dengan kekerasan karena budaya Jawa itu sudah unik dan sederhana tapi penuh makna, sehingga lebih mudah untuk dikreasikan.

Selain itu, kesenian menjadi objek kehidupan yang sangat menarik, sehingga lebih mudah juga digunakan untuk menarik masyarakat Kediri, khususnya.

Keilmuwan Islam dan umum semua dikuasai oleh Sunan Bonang, mulai dari ilmu fikih, tasawuf, ushuluddin, ilmu seni, arsitektur, dan sastra. Namun beliau lebih dikenal sebagai guru tasawuf.

Kisah Dakwah Sunan Bonang ala Kitab Babad Daha-Kediri

Siapa sangka kalau ada wali yang berdakwah dengan kekerasan, kalaupun dulunya beliau adalah sang panglima perang, tetapi saat berdakwah selalu dengan pendekatan yang halus, tidak dengan kekerasan pastinya.

Namun menurut Kitab Babad Daha-kediri, dikisahkan bahwa Sunan Bonang pernah menggunakan metode dakwah yang keras untuk berdakwah. Bukan kekerasan lho ya, tetapi lebih dengan sikap yang memaksa atau otoriter, langsung melakukan sesuatu yang membuat orang yang dituju tersebut jera dan kemudian mau masuk Islam.

Berikut metode dakwah keras yang dilakukan oleh Sunan Bonang:

  1. Menghancurkan arca-arca di Daha

Daha atau nama awal dari Kota Kediri, yang mana dulu memang didominasi oleh kerajaan Hindu, maka saat Islam masuk, masyarakatnya masih menganut agama Hindu dengan menyembah berhala atau arca.

Melihat keadaan tersebut dan tidak sabar karena diacuhkan oleh masyarakat Kediri, maka Sunan Bonang pun nekat untuk menghancurkan arca-arca yang disembah oleh penduduk sekitar. Hancur berkeping-keping.

Simpati penduduk pun tidak tumbuh sama sekali setelah kejadian tersebut, justru mereka malah semakin membenci keberadaan Sunan Bonang di Kediri. Mereka merasa dilecehkan.

  1. Mengubah aliran sungai

Aliran sungai yang dijadikan objek nafsu kekerasan Sunan Bonang adalah Sungai Brantas, salah satu aliran sungai terbesar di Pulau Jawa. Di mana Sunan Bonang mengubah arah aliran sungai Brantas agar tidak mengalir lagi melintasi Daha.

Akibatnya, Daha menjadi kekurangan sumber air, karena selama ini Sungai Brantas lah yang digantungkan untuk memenuhi kebutuhan air mereka.

Kekuatan yang dimiliki oleh Sunan Bonang memng sangat luar biasa, karena untuk mengubah ara aliran air sungai sebesar itu tidaklah mudah. Tidak bisa dilakukan orang biasa.

Bukan hanya kekeringan saja yang didapatkan oleh penduduk Daha akibat kutukan Sunan Bonang, melainkan juga terkena musibah air bah atau banjir bandang.

Untuk aksi yang satu ini, muncul dua orang pahlawan Daha yang sakti untuk menghentikan aksi Sunan Bonang, yakni Nyai Plencing dan Ki Buto Locaya. Namun sayang, mereka nggak bisa mengalahkan Sunan Bonang.

  1. Penyerangan ke kerajaan Daha

Dakwah keras Sunan Bonang pun tidak berhenti sampai di situ, pada tahun 1577 M, Sunan Bonang juga melakukan penyerangan kepada kerajaan Daha karena kerajaan ini pun belum mau menerima masuknya ajaran Agama Islam.

Alasan lain penyerangan ke kerajaan Daha adalah karena kerajaan ini terlibat dalam kasus hilangnya putri Sunan Bonang bersama dengan suaminya, Adipati Arya Wiranatapada.

Sunan Bonang pun mengerahkan semua muridnya untuk mengepung dan menyerang Kerajaan Daha serta meluluhlantahkannya dengan tanah.

Karomah

Kelebihan yang dimiliki oleh Sunan Bonang adalah ilmu kebatinan sebagai salah satu ilmu tingkat tinggi yang diturunkan kepada murid-muridnya di berbagai penjuru negeri.

Ilmu kebatinan ini bukan ilmu hitam, melainkan ilmu yang dipadukannya antara ilmu agama dengan ilmu pikiran. Dengan banyak berdo’a untuk memohon petunjuk kepada Allah, maka Sunan Bonang bisa membaca isi hati orang yang mau berbuat jahat.

Selain itu, ada lagi karomah lain yang dimiliki oleh Sunan Bonang, diantaranya adalah ilmu rahasia alif lam mim. Ini adalah ilmu yang mengajarkan antara keseimbangan organ pernapasan dengan keimanan kepada Allah, karena muridnya diajarkan tentang bab dzikir.

Ilmu silat juga dikembangkan oleh Sunan Bonang dan diajarakan kepada murid-muridnya, hingga di padepokan yang didirikannya kini masih eksis di Indonesia, yakni Padepokan Ilmu Sujud Tenaga Dalam Silat Tauhid Indonesia.

Keturunan

Ternyata oh ternyata Sunan Bonang ini adalah putra dari salah satu Wali Songo juga lho, yakni Sunan Ampel. Lahir pada tahun 1465 M dari Rahim ibu Nyi Ageng Manila, yang merupakan putri Adipati Arya Teja, sang adipati dari Tuban.

Sunan Bonang juga memiliki hubungan dekat dengan Sunan Drajat, yakni kakak beradik, di mana Sunan Drajat adalah adik kandungnya.

Simak Juga : Sunan Muria – Sejarah, Karomah dan Peninggalan

Untuk silsilah keluarganya dari hasil pernikahannya dengan Dewi Hirah, Sunan Bonang dianugerahi 1 orang putri, bernama Dewi Ruhild an 2 orang putra, bernama Jayeng Rono dan Jayeng Katon.

Wafat

Pada tahun 1525 M, Sunan Bonang pun wafat di usia ke-60 tahun. Perjuangannya belum usia, walaupun raganya sudah tidak bernyawa, karena banyak peninggalan Sunan Bonang yang sampai saat ini dirasakan ruhnya oleh masyarakat Kediri dan Tuban.

Makam

Ada dua versi tempat Sunan Bonang dimakamkan, yakni di Dukuh Kauman, Desa Kutorejo Tuban, karena beliau memang lama tinggal di kota ini, namun ada juga yang menyatakan kalau makam Sunan Bonang adalah di Madura.

Menurut sejarah, murid-murid Sunan Bonang lah yang saling bertikai dalam menentukan tempat pemakaman gurunya. Dua murid tersebut berasal dari Tuban dan Madura.

Keduanya berebut jenazah Sunan Bonang agar bisa dimakamkan di tempat asal mereka masing-masing, tapi kan tidak mungkin. Makanya timbul pertikaian, hingga kemudian murid yang berasal dari Madura kalah dan hanya mendapatkan kain kafan gurunya, sedangkan murid yang berasal dari Tuban berhasil mendapatkan jenazah Sunan Bonang yang kemudian dimakamkan di sana.

Tak ayal jika ada yang berpendapat jika makam Sunan Bonang ada di Madura. Kemungkinan si murid hanya menguburkan kain kafannya saja.

Sampai sekarang makam yang banyak diziarahi adalah makam yang ada di Tuban.

Di kompleks makam Sunan Bonang, kalian akan disambut oleh 3 buah gapura, di mana di setiap gapura tersebut memiliki keindahan tersendiri yang unik sehingga ada sejarahnya sendiri.

Gapura pertama disebut gapura regol yang bangunannya mirip sebuah pura, yang bermakna bahwa para peziarah sudah masuk ke kompleks makam seorang sunan.

Gapura kedua disebut gapura paduraksa. Jika sudah melewati gapura ini, maka kalian sudah bisa melihat keindahan salah satu peninggalan sejarah Sunan Bonang, yakni Masjid Astana Bonang.

Lalu, di utara masjid ada gapura paduraksa yang kedua, sebagai gapuran terakhir yang harus dilalui oleh peziarah. Disitulah makam Sunan Bonang ini berada.

Peninggalan & Karya:

  1. Masjid Astana Bonang

Masjid ini dibangun oleh Sunan Bonang yang lokasinya jadi satu dengan kompleks makam Sunan Bonang. Di mana masjid ini dibangun oleh Sunan Bonang sebagai tempat untuk beribadah dan tempat untuk menyepi.

  1. Makam Sunan Bonang

Antara masjid Astana Bonang dan makam Sunan Bonang ini berada dalam satu kompleks, letak makam tepatnya di utaranya masjid.

Makam beliau tidak disendirikan, melainkan berbaur dengan ratusan makam yang lainnya. Bahkan letak tanahnya pun lebih rendah, karena peziarah masih harus menuruni anak tangga untuk bisa mendekat dengan pusara sang sunan.

Para peziarah memiliki bacaan Al Qur’an khusus yang dibaca saat berziarah di makam Sunan Bonang, di mana bacaan-bacaan surah Al Qur’an tersebut adalah bacaan favorit beliau saat berdzikir, yakni membaca Surat Yasin, Tahlil, Al Fatihah dan Al Ikhlas 50 kali, dan membaca sholawat sebanyak 300 kali.

  1. Pendopo

Lokasi dari peninggalan Sunan Bonang ini adalah di dalam kompleks makam, di mana bangunannya memang mirip pendopo atau bale-bale yang dulunya sering dipakai oleh Sunan Bonang untuk dakwah dan berdiskusi.

Uniknya, pendopo itu terbuat dari tulang ikan, bukan kayu, dengan atap berbentuk limas. Kekhasan pendopo ini memang sangat sesuai dengan kepribadian Sunan Bonang yang sederhana.

  1. Benda-benda antik

Di dalam pendopo, kalian akan menjumpai beberapa benda anti, diantaranya adalah peti batu, tempayan, yoni, dan juga pipisan. Semuanya pernah digunakan oleh Sunan Bonang.

  1. Persujudan Sunan Bonang

Ada salah satu peninggalan Sunan Bonang yang hampir terlupakan, karena tempatnya yang ada di atas bukit. Peninggalan ini adalah berupa tempat petilasan Sunan Bonang yang pernah dipakainya untuk sholat, disebut petilasan persujudan Sunan Bonang.

Lokasinya adalah di Bukit Watu Layar, Lasem.

Tempat persujudan ini bukan hanya dipakai Sunan Bonang untuk ibadah, melainkan dipakai sebagai sebuah tempat meeting ( bahasa kerennya ) dengan para ulama. Pokok pembahasannya kebayakan tentang tasawuf.

  1. Ilmu tasawuf

Tasawuf menjadi cabang ilmu Islam yang paling didalami oleh Sunan Bonang, sehingga beliau bisa menelurkan karya-karya tasawuf keren. Diantaranya adalah :

  • Suluk Gentur

Suluk ini adalah berkaitan dengan tembang Wirangrong. Isinya adalah tentang makna syahadat Fana’ ruh idafi dan da’im qa’im.

Kedua syahadat yang dipelajari dalam suluk ini adalah berupa syahadat penyaksian yang diucapkan oleh muslim sejati sebelum lahir dan saat memeluk agama Islam.

  •  Suluk Kaderesan
  • Suluk Wujil

Syair dalam Suluk Wujil ini mengandung makna tentang keadaan peralihan di masyarakat Hindu yang telah memeluk Islam dan tentang ilmu sufi atau tasawuf.

Keruntuhan kerajaan-kerajaan Hindu, seperti Kerajaan Majapahit yang kemudian berganti dengan didirikannya Kesultanan Demak menjadi salah satu bukti dari makna pertama dalam suluk ini.

Untuk arti dari makna kedua tentang tasawuf, dinyatakan bahwa manusia harus mengenal diri sendiri dengan hakikatnya sebagai manusia dan makhluk Allah SWT.

  • Suluk Jebeng

Suluk Jebeng ini adalah tembang Jawa atau tembang macapat yang berjudul Dhandanggula. Maknanya adalah tentang khalifah bumi, yakni manusia.

Semua hal tentang kehidupan manusia serta perjalanannya nanti yang berakhir di ribaan Allah SWT.

  • Suluk Wasiyat
  • Suluk Regol
  • Suluk Sunan Bonang
  • Suluk Khaliafah

Bisa dibilang Suluk ini adalah suluk biografi ya, soalnya menggambarkan perjuangan dan metode dakwah para wali dalam mengajarkan Agama SIlam.

Teruntuk perjalanan Sunan Bonang sendiri pun juga diceritakan, yakni tentang perjalanan pendidikannya di Aceh dan saat melakkan perjalanan ibdah haji demi mendapatkan ilmu yang mendalam sebagai bekal dakwah.

  • Gita Suluk Wali

Makna yang paling indah ada di suluk ini, karena bercerita tentang cinta yang memang bercerita tentang keindahan dunia. Di mana dijelaskan bahwa rasa cinta telah mampu membuat seseorang hanyut layaknya hanyut di telan ombak.

  •  Gita Suluk Linglung
  • Gita Suluk Latri

Suluk ini tersimpan di salah satu universitas di Belanda, yakni Universitas Leiden yang isinya tentang penantian seseorang kepada kekasihnya yang tak kunjung datang.

Ujung ceritanya adalah keputusasaan saking lamanya menunggu hingga lupa segalanya dan akhirnya bunuh diri dengan menenggelamkan diri ke laut.

  •  Gita Suluk Ing Aewuh.

Nah untuk bentuknya, Suluk itu lebih ke sebuah karya tulis puisi, namun dinyanyikan dengan nada dan gamelan Jawa. Singkatnya, Suluk itu adalah tembang atau lagu Jawa.

Sayangnya, kalian harus terbang ke Negeri Kincir Angin, tepatnya di Universitas Leiden, di ruangan perpustakaannya untuk melihat Suluk Sunan Bonang. Kenapa nggak Indonesia aja yang menyimpan?

  1. Gamelan

Gamelan adalah salah satu alat musik khas Jawa yang sangat fenomenal. Nggak ada seni Jawa kalau nggak pakai gamelan, bak sayur tanpa kuah, eh tanpa garam maksudnya.

Ternyata gamelan yang selama ini kalian tahu itu adalah salah satu bentuk peninggalan Sunan Bonang.

Untuk kelengkapan bunyi yang dihasilkan dan juga keindahan bunyinya, Sunan Bonang kemudian menambahkan set gamelan Jawa dengan Bonang, yakni mirip dengan gong bentuknya tapi lebih kecil.

  1. Kenduri

Nah ada kisah yang berkaitan dengan metode dakwah Sunan Bonang di sini. Di mana dulunya orang Kediri yang menganut Hindu Bhairawa Tantra, mengadakan acara bersama dengan duduk bersila membentuk lingkaran.

Namun, para pesertanya tidak memakai baju, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka melakukan ritual dengan disediakan makanan dan minuman keras. Setelah ritual selesai, mereka semua melakukan hubungan seks bersama-sama dan setelah itu ditutup dengan semedi.

Sunan Bonang sangat prihatin dengan ritual itu, makanya beliau menciptakan acara sendiri yang serupa, namun tak sama. Namanya kenduri, yang sampai sekarang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa.

Sunan Bonang mengajarkan bacaan Al Qur’an dalam ritual tersebut, sehingga maknanya lebih ke bersyukur dengan apa yang diberikan Allah dan menyedekahkannya dengan mengundang tetangga dan sanak saudara.

  1. Lagu Tombo Ati

Siapa yang menyangka kalau Sunan Bonang adalah pencipta Lagu Islami “ Tombo Ati “ yang sangat kalian hafal itu. Diiringi dengan gamelan Jawa, lagu Tombo Ati ini semakin mengetuk kalmbu dan bisa sampai mengundang air mata.

Dalam lagu ini, kalian pasti sudah paham apa saja maknanya, karena diajak untuk berbuat kebaikan untuk menghindari penyakit hati. Ada 5 perkara atau hal yang dianjurkan oleh Sunan Bonang dalam lirik lagu ini, yaitu dengan membaca Al-Quran beserta artinya, menjalankan Sholat Tahajjud, bergaul dengan orang-orang Sholeh, bersedekah, dan yang terakhir adalah banyak berdzikir di malam hari.

  1. Wayang

Ternyata bukan hanya Sunan Kalijaga saja yang memiliki peninggalan berupa wayang, melainkan jga Sunan Bonang. Beliau juga dikenal sebagai dalang yang kondang.

Wayang dijadikannya sebagai media dakwah lewat mix and match alur ceritanya dengan ajaran-ajaran dalam Agama Islam.

Kebanyakan tema yang dipentaskannya adalah tentang ‘isbah ( teguran ) dan nafi ( peniadaan ) yang ditampilkan adalam kisah Jawa Kuno, Bhratayudha, Pandawa dan Kurawa.

  1. Kitab Tanbihul Ghofilin

Karya sastra Sunan Bonang yang terkenal adalah Kitab Tanbihul Ghofilin ini, yang mana isinya adalah tentang ilmu tasawuf, ilmu yang diperdalam oleh Sunan Bonang. Ada 234 halaman dalam Kitab Tanbihul Ghofilin ini yang isinya adalah tentang kehidupan, manusia, dan keimanan kepada Allah SWT.

  1. Karya puisi

Banyak sastrawan Belanda yang mengabadikan puisi-puisi gubahan Sunan Bonang ini dalam bentuk buku, diantaranya adalah pada salah satu buku yang berjudul “ Het Boet Van Bonang “.

B Schrieke, Purbatjaraka, Pigeadud, dan Drewes adalah nama-nama sastrawan Belanda yang telah berhasil membukukan karya-karya sastra Sunan Bonang yang mereka geluti sejak tahun 1913 sampai dengan 1978 M.

  1. Grebeg Maulid dan Sekaten

Kalian pastinya sangat paham dengan salah satu acara besar di Jawa Tengah ini, di mana pelaksanaannya adalah saat Bulan Maulid. Ada Tumpeng Purak yang berisi buah-buahan dan semua hasil bumi penduduk sekitar yang di arak dan dibagi-bagikan.

Ternyata itu adalah salah satu peninggalan sejarah Sunan Bonang.

Begitu panjang perjalanan dan perjuangan Sunan Bonang dalam menyiarkan ajaran Agama Islam. Hingga beliau pun menggunakan cara yang keras, karena memang keadaan, di mana masyarakat Hindu saat itu memang sangat sulit untuk diubah.

Kebudayaan Hindu yang melekat erat dan tanpa memperhatikan etika membuat Sunan Bonang pun memutar otak dengan memikirkan metode dakwah yang tepat. Ternyata setelah melalui banyak uji coba dan kegagalan, Sunan Bonang berhasil menggunakan media seni dan sastra sebagai media dakwah yang paling efektif.

Bakti muridnya pun sudah sangat besar, hingga di penghujung hidupnya, saat akan dimakamkan, jenazah Sunan Bonang pun diperebutkan, karena murid-muridnya ingin mendapatkan karomah Sunan Bonang dengan berdekatan dengan makam beliau agar lebih mudah kirim do’a.

Alhasil, kini kalian bisa berziarah di makam Sunan Bonang yang ada di Tuban. Jadi satu dengan masjid Astana Bonang yang akan melengkapi perjalanan religi kalian untuk banyak-banyak melakukan dzikir di sana, layaknya apa yang menjadi kebiasaan Sunan Bonang.

Leave a Comment